Tentang Natal

Natal, Santa Claus, Gift, Happines, Hug, Kiss, Joy, and Polemik

Polemik ? kok ?

Hari natal yang indah dan penuh damai pasti akan menimbulkan kekisruhan ketika di social media ribut mempermasalahkan “Boleh gak sih ngucapin natal?” “Ngucapin Natal kan haram” dan akan lebih parah ketika mereka yang “berpengaruh” di social media ikut membahas itu.

Padahal kan yang di dunia nyata nggak seheboh itu kok, mereka merayakan dengan bahagia walaupun teman teman muslim mereka tidak mengucapkan natal, semua bersukacita, gereja gereja dihias, rumah rumah dibersihkan, pohon pohon natal dihias dengan lampu warna warni, lagu lagu natal disenandungkan (sepengetahuan saya begitu).

Saya lahir di keluarga besar yang memiliki agama berbeda-beda, keluarga saya islam,tapi keluarga mama papa seperti eyang simbah pakdhe budhe om tante sepupu sepupu saya dominan beragama kristen dan katolik dan kami tidak pernah mengalami masalah dengan perbedaan agama ini.

Saat lebaran, keluarga besar mama papa akan datang kerumah ikut merayakan lebaran, makan ketupat sambal ati, saling maaf memaafkan, yang sudah bekerja membagikan lembaran lembaran rupiah, lalu kami saling berbagi cerita, dan mereka ikut merasakan kebahagiaan kami di hari Kemenangan.

Dua orang sepupu (muslim) yang tinggal di rumah om dan tante saya juga tidak mengalami kesulitan saat menjalankan ibadah puasa, walaupun om dan tante tidak berpuasa mereka menemani sepupu saya makan sahur dan buka, mereka bahkan menyuruh sepupu saya les mengaji, membelikan baju baru untuk berlebaran J. Bahkan saya masih ingat dulu ketika saya masih SMP dan tinggal dirumah tante, saya yang masih belum rajin shalat ditegur dan dinasehati untuk tidak meninggalkan ibadah.

Saat Natal, keluarga saya memang tidak mengucapkan Selamat Natal tapi bagi saya Natal sama menyenangkan nya dengan Lebaran, lagu lagu natal diputar di televisi, pohon pohon natal dihias, bahkan di rumah simbah saya pohon natal nya diberi kapas-kapas agar terlihat seperti salju, dihias lampu-lampu, saudara saudara mama di perantauan akan pulang, berkumpul dirumah simbah lalu pergi ke rumah saya. 

Walau tidak ada kata “Selamat Natal” yang terucap kami semua bahagia karena ada pelukan hangat seperti saat lebaran, ada kue-kue yang dibawakan dari perantauan, ada senyum-senyum kemenangan, dan ada lembaran lembaran rupiah yang juga kami nanti hahaha.

Suasana Natal sama dengan suasana Lebaran, lihat saja jalanan yang lenggang ditambah gerimis tipis dan angin yang terhembus pelan sama seperti pagi hari di hari Raya Idul Fitri. Siapapun itu yang merayakan atau tidak, yang mengucapkan atau tidak kenapa harus berdebat?  Bahkan saya ingin mengucapkan terimakasih untuk tanggal merah ini, memberi saya waktu istirahat ditengah tengah kekacauan deadline tugas dari kampus.

Nb : Tadi pagi sepupu saya yang merayakan natal mengirim foto lewat Blackberry Messenger dengan caption “Sinterklas teko ning ngomahku mbaaak :D wihihihi”. Foto yang dikirim itu adalah gambar kamera DSLR yang dia idam idamkan. Kado natal dari ayahnya yang sangat sangat sibuk bekerja dan jarang dirumah (peace pakdhe) . Dia sangat senang memamerkan pada saya karena tahu saya juga ngidam kamera yang sama hahaha.

Natal membawa kebahagiaannya sendiri bagi umatnya, sama seperti Idul Fitri membawa kebahagiaan tersendiri bagi kita umatnya.

Solo , BTC
25 desember 2013

tulisan ini saya buat 25 desember tahun lalu saat saya kerja paruh waktu, pas suntuk daripada ngantuk tibatiba pingin nulis, jadilah ini .

Komentar