Untuk Kedua Kalinya, Saya Jatuh Cinta.

Usia saya saat ini adalah usia rawan bertengkar dengan orangtua.

Pertengkaraan kami bukan lagi pertengkaran masalah kecil-kecil seperti jaman sekolah dulu. Pertengkaran kami mungkin lebih kearah prinsipil (heciyeh udah gede ajah). Jangan bayangkan kami bertengkar saling melempar piring, gelas, telenan, lemari atau bahkan bambu runcing sambil pake koteka di tengah padang. Jangan.

Pertengkaran kami lebih seperti perdebatan, musyawarah yang kadang jika satu pihak tidak terima maka dia akan lebih memilih mendiamkan.

Pada suatu waktu saya pernah berdebat dengan Ayah saya dengan dramatis *ala-ala sinetron*. Ayah saya adalah seseorang yang sangat takut kehilangan waktu dengan anak-anaknya sehingga saat anaknya "jauh" sedikit beliau akan terjatuh tak bisa bangkit lagi dan jadi butiran debuuuuuuuuuu. Dan pemegang teguh prinsip yang kadang aneh. *ampuni aku Pak Bos*

Ibu saya adalah wanita yang paling tangguh. Jika saya dan Ayah akan menangis menahan sakit sambil bergandengan tangan, Ibu saya yang akan menenangkan kami sambil memeluk kami. Ibu saya akan membiarkan anak-anaknya pergi jauh untuk mencari banyak hal, walau akan menghubungi kami lebih sering daripada Ayah kami.

Ayah kami adalah Pelindung dan Ibu kami adalah Sayap.

Suatu saat Ayah saya mengatakan hal yang membuat kening saya berkerut-kerut. Membuat saya berfikir berhari-hari, iyakah saya seperti itu?

Saya bahkan menghakimi diri saya sendiri seperti perkataan Ayah saya. Saya bahkan marah pada Ayah saya. Saya berani mendiamkan mereka dan membiarkan mereka yang mengajak bicara saya lebih dahulu. *dilempar batu panas dari neraka*

Pernah kan kaliyan kaliyan begicyu? berantem lucu marahan terus pelukan lagi?
Itulah Keluarga geng.


Hingga pada suatu hari saya sadar Orangtua cenderung akan mengatakan hal  terserahlahyangkeluardarimulutguwehapah agar bisa menekan pendapat sang Anak walaupun kemudian mereka menyesali meratap-ratap tapi terlalu gengsi mengatakannya. Iya kagak Bapak Ebo?

Walaupun dalam kasus saya, kebanyakkan saya yang memenangkan musyawarah daripada Ayah saya. Hahahahaha *anak durhaka level kesekian*

Sekarang saya bekerja bersama ebo-ebo dan bapak-bapak yang sudah berkeluarga dan beranak pinak. Terkadang mereka bercerita anaknya begini anaknya begitu, mereka harus begini mereka harus begitu.

Disitulah saya sadar, yang seperti butiran debuuuu itu seharusnya saya. Pasti dan saya yakin banyak yang Orangtua saya korbankan untuk membiarkan saya berdiri setegak ini.

Sekalipun saya terlahir dengan keadaan yang berbeda namun dengan Ayah dan Ibu yang sama seperti saat ini saya tidak akan menyesal (tentu dengan kesemua sodarasodara tercintah yang kalau saya sebutin kaya ular naga panjangnya bukan kepalang). *mohon adek saya yang baca, saya ditraktir eskim juga boleh*

Yah walaupun saya akan selalu mendengar suara omelan ceria di pagi siang sore malam pagi siang sore malam dari Ibu seumur hidup saya.
Walaupun Saya Ayah dan Ibu masih akan dan sering berdebat, ingin saling membunuh, menguliti, dan saling memakan satu sama lain *Ter-Sumanto-Kan*.


Tidak apa-apa. Kelak itu yang akan saya rindukan.

Dulu saya mencintai mereka walaupun perasaan itu timbul tenggelam sesuai mood dan jiwa abegeh saya, namun sekarang untuk keduakalinya saya jatuh cinta pada mereka. Tanpa alasan, tanpa blableblo.


Bolehlah mereka yang pertama jatuh cinta pada saya saat saya lahir. Namun, sekarang saya lah yang jatuh cinta pada mereka.

Untuk kedua kalinya saya jatuh cinta, Ayah Ibu.

Komentar