Namanya Saenab
Namanya Saenab
Perempuan dengan rambut sebahu berponi tebal itu hari ini mengganti kacamatanya. Katanya yang kemarin frame-nya berat.
Perempuan dengan rambut sebahu berponi tebal itu hari ini mengganti kacamatanya. Katanya yang kemarin frame-nya berat.
Aku kenal Saenab dari workshop menggambar 2 tahun lalu. Dulu rambutnya masih keriting, sekarang sudah lurus tanpa gelombang berkat rebonding di salon depan rumahnya.
Dulu, pertama ku dengar namanya ku kira aku salah dengar. Di jaman seperti ini masih ada yang punya nama Saenab bukab Jaenab atau Zaenab.
Kata Saenab "Bapak ku salah mengeja nama ku saat membuat akta kelahiran. Seharusnya sih Zaenab."
Tapi jangan salah, dia tak pernah malu dengan namanya. Tidak seperti kakak kelasnya, Sutrisno tapi memilih dipanggil Ino karena malu.
Saenab seorang yang periang. Dia begitu bahagia ketika pertama kami berkenalan. Selang beberapa minggu dia bahkan berkata aku rumahnya.
Semenjak aku mengenalnya, Saenab baru dua kali patah hati. Pertama dengan teman laki-lakinya dari SMA. Adam namanya. Kedua dengan Mas Ndoro, teman menggambar kami.
Yang kedua yang paling terhebat (menurutku)
Dia sampai menangis sesenggukan di depan ku lalu marah-marah kepadaku. Bodoh. Seharusnya dia tahu kalau Mas Ndoro sudah beristri, bulan depan anak keduanya lahir.
Saenab Saenab. Salah siapa tidak mendengarkanku. Kupeluk dia.
Saenab bilang Mas Ndoro itu rumahnya. Lha lalu aku apa? Kalau memang dia rumahmu kenapa menangis kepadaku?
Saenab bilang itu salahku. Aku yang mengenalkannya pada Mas Ndoro. Aku juga yang mengingatkannya pada Mas Ndoro.
Saenab ini gila. Semakin kumaki dia semakin aku dimakinya. Salah siapa kau membuta dan menuli selama ini. Ha?
Aku tahu kau diam-diam ke kontrakan Mas Ndoro walau sudah kuperingatkan.
Dia berlari keluar. Marah.
Perempuan itu yang begitu lembut. Harusnya aku yang paling terluka.
Sakit.
Rasa sakitnya nyata. Sakit sekali. Kulihat Saenab menancapkan pisau dapur berulangkali padaku. Dengan amarah.
Saenab dengarkan aku. Sakit Saenab. Saenab.
Terlanjur.
Saenab menangis histeris melihat ku terkoyak dimana-mana. Meminta maaf sambil mencoba menyatukan bekas sayatannya.
Saenab semakin histeris mengucapkan sumpah serapah sambil memelukku. Kau bukan Saenab.
Kau gila Saenab.
Kau tau Saenab
Aku itu kau Saenab. Hasil karya Mas Ndoro di workshop menggambar yang membuat mu tergila-gila pada Mas Ndoro.
Aku itu kau Saenab. Dalam kanvas.
Kau itu rumahku Saenab.
Komentar
Posting Komentar